PERMINTAAN TERSAMBUT
Dahiku selalu berlipat tatkala Ibuku bertanya hal yang sama setiap harinya kepadaku. Bisa dikatakan aku sudah bosan ditanya dengan hal itu- itu saja. Bukankah Ibu dan Bapak sudah memiliki tiga menantu, tapi mengapa tak juga puas? Bantinku bertanya.
“Mana Nduk, menantu buat Ibu dan Bapak?” tanya Ibu seraya menggangkat pakaian di jemuran.
“Nanti- nanti, dech, Buk! Aku masih sibuk. Kasihan nanti suamiku nggak terurus karena kesibukanku, Bu.”tukasku.
“Nanti- nanti? Mau sampai kapan? Hitung umurmu!” ujar Ibu yang kaget mendengar jawabanku barusan. Aku diam. Ibu yang baru saja duduk di sampingku lalu beringsut. Meninggalkanku sendiri sambil mengingatkanku akan sesuatu.
“Ingat perjodohan itu!”
***
Ini tepat dua tahun Bapak dan Mamakku meninggal. Pun berarti sama pula dengan lamanya aku hidup menumpang di rumah Tulang. Bukanku tak bersyukur telah diberi tumpangan oleh keluarga Tulang tapi selama ini aku menahan derita yang teramat sakit. Bahkan sangat sakit.
“Untuk membalas kebaikan kami, kau harus mau kami kawinkan dengan Ramos. Tulangmu tak punya pilihan lain untuk menebus semua hutang- hutang judinya.”jelas Nantulangku. Aku terkejut. Sontak kumenolak dengan tegas.
“Aku tidak mau. Apa hak Nantulang menjadikan aku bayaran akan hutang Tulang?”tanyaku dengan nada tinggi tidak terima. Sangat tampak kemarahan di raut muka Nantulang.
“Kau tanya apa hakku? Aku ipar Mamakmu yang selama ini mengurusmu jadi aku punya hak menjodohkanmu dengan siapa saja pilihanku. Ngerti?”Nantulang seenak dengkulnya saja menentukan jodohku. Jika ia jodohkan aku dengan pria baik- baik mungkin aku masih bisa terima dengan ikhlas. Tapi ini Ramos. Laki berambut keriting tergerai panjang, lengan dan badannya berpahat tato, pemabuk tuak dan raja judi di kampungku. Setiap wanita pasti berpikir miliaran kali untuk menerimanya sebagai calon suami, begitu pula lah aku.
***
Ini waktu yang tidak aku inginkan ada di hidupku. Ramos datang ke rumah Tulang untuk meminta aku menjadi istrinya. Aku sejak siang tadi mengurung diri di kamar, tidak ingin bertemu dengan lelaki pamabuk itu.
“Turlip, cepat keluar! Ramos sudah datang. Jangan buat Nantulang malu!”ujar Nantulang seraya menggedor keras pintu kamarku. Aku takut sekali. Terus kupanjatkan doa padaNya untuk membukakan jalan buatku. Aku menikah dengan lelaki itu? Ah, tak bisa aku bayangkan gilanya pilihan Nantulang dan Tulangku.
“Cepat keluar! Apa perlu aku dobrak pintu ini?”ancam Tulangku. Aku yang takut, berusaha menguatkan kakiku untuk berjalan keluar menemui Ramos.
“Cantik kali kau, Dek! Janganlah pula takut sama Abang Ramos!”ujar lelaki aneh itu. Ia datang memakai baju tak berlengan dengan memegang botol tuak.
“Kau salam dulu calon suamimu itu!”suruh Tulang. Aku tak mau, tapi Tulang memaksaku dengan tatapan mata sangar.
“Baiklah, aku putuskan minggu depan kita kawin! Akan aku buat pesta besar- besaran dengan keyboard dan biduan seksi biar rame.”
“Aku tidak mau menikah denganmu. Lelaki sepertimu bukan mauku,”jawabku dengan emosi. Tulang nyaris menamparku tapi dengan cepat Ramos menangkap tangan Tulang.
“Jangan kasar dengan calon istriku! Ngerti?” Ramos menandaskan tuaknya lalu pergi meninggalkan kami.
***
Make up yang sudah menempel di wajahku hilang terhapus airmata kesedihanku. Semua tamu undangan tak sabar menungguku keluar kamar, suara keyboard menambah ramai suasana pesta pernikahan yang tak pernah aku inginkan.
“Turlip cepat keluar! Calon suamimu telah hadir.”suruh Nantulangku. Aku keluar kamar dengan airmata yang terus menetes.
Prosesi pernikahan akan segera dimulai, tapi Ramos malah pergi meninggalkanku, tepatnya kami semua. Beberapa menit setelah ditunggu Ramos pun datang bersama Trion yang tak lain dan tak bukan adalah kekasihku. Trion sangat rapi memakai jas seperti lelaki yang akan menikah.
“Menikahlah kau dengan Trion! Aku tahu kalian saling mencintai. Walaupun aku bejat tapi aku tak tega menyakiti perasaan kalian. Trion telah banyak membantuku, membelikanku tuak asli yang tak ada di kampung kita ini. Selain tuak, Trion juga sahabatku,”jelas Ramos yang membuat semua orang tak percaya. Termasuk aku.
Ket:
Kali: sangat, sekali, banget
Nantulang: Panggilan untuk adik perempuan dari orangtua kita
Tulang :Panggilan untuk adik laki- laki dari orangtua kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar