Pengunjung Setia

Selasa, 21 Juni 2011

FF PERJODOHAN

PERMINTAAN TERSAMBUT

Dahiku selalu berlipat tatkala Ibuku bertanya hal yang sama setiap harinya kepadaku. Bisa dikatakan aku sudah bosan ditanya dengan hal itu- itu saja. Bukankah Ibu dan Bapak sudah memiliki tiga menantu, tapi mengapa tak juga puas? Bantinku bertanya.

“Mana Nduk, menantu buat Ibu dan Bapak?” tanya Ibu seraya menggangkat pakaian di jemuran. 

“Nanti- nanti, dech, Buk!  Aku masih sibuk. Kasihan nanti suamiku nggak terurus karena kesibukanku, Bu.”tukasku.

“Nanti- nanti? Mau sampai kapan? Hitung umurmu!” ujar Ibu yang kaget mendengar jawabanku barusan. Aku diam. Ibu yang baru saja duduk di sampingku  lalu beringsut. Meninggalkanku sendiri sambil mengingatkanku akan sesuatu.

“Ingat perjodohan itu!”
***
Syair gelisah menjalari malamku. Aku teringat kata- kata Ibu dan Bapak bahwa mereka sudah mempunyai jodoh buatku.

“Tacan, dipanggil Nenek!”ujar Mariam, anak Abangku. Aku mengangguk dan bergegas ke luar kamar. Di ruang tengah ada kedua orangtuaku juga Abangku. Sepertinya mereka akan bicara penting.

“Langsung saja. Karena Bapak dan Ibu tidak melihat keseriusanmu memikirkan pendamping hidupmu maka kami sudah bulat dengan rencana yang ada yaitu menjodohkanmu dengan Imron, anak Pak Ilyas. Apa kamu bersedia?”pertanyaan Bapak bak petir di siang bolong. Tidak seperti hari- hari biasanya mereka seserius ini.

“Aku masih senang begini, Pak. Tidak sibuk mengurus suami dan anak. Tulisan- tulisanku memerlukan perhatian khusus sehingga aku harus konsen pada tulisanku.”jawabku.

“Apa kamu masih mau menghabiskan hidupmu tanpa suami? Apa tulisan- tulisanmu itu bisa menghasilkan menantu buat Ibu?”tanya Ibu dengan nada tinggi. Entah apa yang membuat Ibu belakangan ini suka marah jika berhubungan dengan jodohku. Aku menunduk, tak berani melihat Ibu.

“Besok keluarga Imron akan datang untuk membicarakan hal ini. Bapak harap kamu lebih bijak mengambil keputusan. Sekarang kembalilah ke kamarmu!”suruh Bapak.

Seperti biasanya, malam ini aku pun menuangkan segala keluh kesah, kesedihan dan kebimbanganku di note facebook-ku. Aku curahkan semua.

“Mengapa sedih, Dik? Semua cobaan ada jalan keluarnya. Ambillah keputusan dengan bijak.”komentar seorang lelaki yang sering sekali mampir di note-ku, serta membagi note-nya padaku. Ia lelaki perhatian dan shaleh. Aku menaruh kagum padanya. Walaupun kami belum saling tahu wajah, alamat dan pekerjaan satu sama lain tapi kami sudah sangat dekat di dunia maya.
***
Keluarga Imron sudah hadir. Acara temu keluarga pun di mulai. Ayah Imron menjelaskan maksud kedatangannya. Aku menunjukkan wajah yang kurang suka dengan acara itu. Hingga akhirnya Imron pun angkat bicara.

“Dik Sabria, sebelumya saya minta maaf. Sebenarnya ini adalah keinginan saya agar orangtua saya meminta kepada orangtua adik menjodohkan kita. Sesungguhnya saya sudah kenal baik dengan adik. Saya ini adalah lelaki yang selama ini dekat dengan adik di facebook. Saya yang memberikan saran- saran atas note adik.

Saya telah lama menaruh hati dengan adik. Lewat facebook-lah saya berani memulainya untuk membantu segala kebimbangan adik. Sekarang, maukah adik menerima perjodohan kedua orangtua kita?”Aku masih sangat tak percaya. Tapi hatiku tak lagi mampu dibohongi bahwa aku juga telah sayang padanya karena kebaikannya selama ini padaku. Akhirnya aku menyetujui perjodohan itu. Dan kini kami telah dua tahun hidup bersama. Ada hal yang paling membahagiakan yaitu kami telah membuat buku kisah cinta kami yang berawal di facebook.

 Ket:
Tacan = Tante cantik

DI BALIK ISI HATI

Ini tepat dua tahun Bapak dan Mamakku meninggal. Pun berarti sama pula dengan lamanya aku hidup menumpang di rumah Tulang. Bukanku tak bersyukur telah diberi tumpangan oleh keluarga Tulang tapi selama ini aku menahan derita yang teramat sakit. Bahkan sangat sakit.

“Untuk membalas kebaikan kami, kau harus mau kami kawinkan dengan Ramos. Tulangmu tak punya pilihan lain untuk menebus semua hutang- hutang judinya.”jelas Nantulangku. Aku terkejut. Sontak kumenolak dengan tegas.

“Aku tidak mau. Apa hak Nantulang menjadikan aku bayaran akan hutang Tulang?”tanyaku dengan nada tinggi tidak terima. Sangat tampak kemarahan di raut muka Nantulang.

“Kau tanya apa hakku? Aku ipar Mamakmu yang selama ini mengurusmu jadi aku punya hak menjodohkanmu dengan siapa saja pilihanku. Ngerti?”Nantulang seenak dengkulnya saja menentukan jodohku. Jika ia jodohkan aku dengan pria baik- baik mungkin aku masih bisa terima dengan ikhlas. Tapi ini Ramos. Laki berambut keriting tergerai panjang, lengan dan badannya berpahat tato, pemabuk tuak dan raja judi di kampungku. Setiap wanita pasti berpikir miliaran kali untuk menerimanya sebagai calon suami, begitu pula lah aku.
***
Ini waktu yang tidak aku inginkan ada di hidupku. Ramos datang ke rumah Tulang untuk meminta aku menjadi istrinya. Aku sejak siang tadi mengurung diri di kamar, tidak ingin bertemu dengan lelaki pamabuk itu.

“Turlip, cepat keluar! Ramos sudah datang. Jangan buat Nantulang malu!”ujar Nantulang seraya menggedor keras pintu kamarku. Aku takut sekali. Terus kupanjatkan doa padaNya untuk membukakan jalan buatku. Aku menikah dengan lelaki itu? Ah, tak bisa aku bayangkan gilanya pilihan Nantulang dan Tulangku.

“Cepat keluar! Apa perlu aku dobrak pintu ini?”ancam Tulangku. Aku yang takut, berusaha menguatkan kakiku untuk berjalan keluar menemui Ramos.

“Cantik kali kau, Dek! Janganlah pula takut sama Abang Ramos!”ujar lelaki aneh itu. Ia datang memakai baju tak berlengan dengan memegang botol tuak.

“Kau salam dulu calon suamimu itu!”suruh Tulang. Aku tak mau, tapi Tulang memaksaku dengan tatapan mata sangar.

“Baiklah, aku putuskan minggu depan kita kawin! Akan aku buat pesta besar- besaran dengan keyboard dan biduan seksi biar rame.”

“Aku tidak mau menikah denganmu. Lelaki sepertimu bukan mauku,”jawabku dengan emosi. Tulang nyaris menamparku tapi dengan cepat Ramos menangkap tangan Tulang.

“Jangan kasar dengan calon istriku! Ngerti?” Ramos menandaskan tuaknya lalu pergi meninggalkan kami.

***
Make up yang sudah menempel di wajahku hilang terhapus airmata kesedihanku. Semua tamu undangan tak sabar menungguku keluar kamar, suara keyboard menambah ramai suasana pesta pernikahan yang tak pernah aku inginkan.

“Turlip cepat keluar! Calon suamimu telah hadir.”suruh Nantulangku. Aku keluar kamar dengan airmata yang terus menetes.

Prosesi pernikahan akan segera dimulai, tapi Ramos malah pergi meninggalkanku, tepatnya kami semua. Beberapa menit setelah ditunggu Ramos pun datang bersama Trion yang tak lain dan tak bukan adalah kekasihku. Trion sangat rapi memakai jas seperti lelaki yang akan menikah.

“Menikahlah kau dengan Trion! Aku tahu kalian saling mencintai. Walaupun aku bejat tapi aku tak tega menyakiti perasaan kalian. Trion telah banyak membantuku, membelikanku tuak asli yang tak ada di kampung kita ini. Selain tuak, Trion juga sahabatku,”jelas Ramos yang membuat semua orang tak percaya. Termasuk aku.
  
Ket:
Kali: sangat, sekali, banget
Nantulang: Panggilan untuk adik perempuan dari orangtua kita
Tulang :Panggilan untuk adik laki- laki dari orangtua kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar