Pengunjung Setia

Selasa, 28 Juni 2011

Untukmu Kakak: Kak RK

Assalamualaikum

Jangan pandang aku dengan tatapan yang seperti itu. Aku takut dengan tajam matamu.

Aku pun sangat takut dengan diammu. Lebih baik kau marahi aku. Lebih baik aku mendapat omelanmu daripada kau diamkan aku.

Aku tau terlalu banyak keluhku kepadamu.
Terlalu banyak masalahku yang kubebankan padamu.
Aku minta maaf. Maaf.

Hari ini aku merasa telah jahat padamu. Sesaat pesan singkatmu sampai ke Hp-ku, aku terdiam. Aku renungi apa yang telah kuperbuat padamu hari ini. Maafin aku.

Di note sederhana ini......

Aku ingin katakan bahwa aku merindukanmu.
Jika kau tadi katakan bahwa aku tak rindu, itu salah besar.

Aku sungguh merindumu,Kakakku.
Afwan, aku telah menggores luka di hatimu, hari ini.

Untukmu Kak RK yang jauh di sana.

Kamis, 23 Juni 2011

KESAKITAN DINI HARI : Salah Berharap

"Jangan berharap pada manusia tapi berharaplah pada Rabb manusia"

Malam ini,ah tepatnya dini hari aku lagi lagi ada di dunia maya bersama kakak kakakku. Dan entah mengapa kecemburuanku pada seorang kakakku tak dapat lagi aku bendung. Cemburu ini telah lama hadir namun aku berusaha menepisnya. Aku tak ingin karena cemburuku ini membuatku menjadi sedih dan kecewa jika tak berbalas. Ah,benar saja. Aku yang menyampaikan kecemburuanku kepadanya sedikit kecewa. Tak mau banyak banyak kecewanya, perih.

Apa aku harus memiliki latar belakang yang sama dengan mereka hingga akhirnya engkau memberiku sedikit 'gizi'?aku ngebatin dan terus berpikir.

Bukannya jika engkau mencintaiku sebagai adikmu, akan ada waktu untukku? Ya,sedikit saja dari sekian banyak waktumu. 0,001 M jika dalam kimia sudah merupakan konsentrasi larutan yang kecil. Nah,aku meminta waktumu untuk memberikan aku 'gizi' kurang dari konsentrasi molaritas itu. Sedikit saja. Tak mampukah engkau,kak?

Aku salah telah berharap mendapat gizi darimu,Kak. Aku milik Allah jadi sudah sepatutnya aku meminta gizi hanya padaNYA. Allah malah tanpa diminta dan tanpa kucemburui sudah memberikan gizi itu padaku. Nyata dan sangat nyata.

*Note Sesudah Tidur*
Ruang redup, 23 Juni 2011

Selasa, 21 Juni 2011

FF PERJODOHAN

PERMINTAAN TERSAMBUT

Dahiku selalu berlipat tatkala Ibuku bertanya hal yang sama setiap harinya kepadaku. Bisa dikatakan aku sudah bosan ditanya dengan hal itu- itu saja. Bukankah Ibu dan Bapak sudah memiliki tiga menantu, tapi mengapa tak juga puas? Bantinku bertanya.

“Mana Nduk, menantu buat Ibu dan Bapak?” tanya Ibu seraya menggangkat pakaian di jemuran. 

“Nanti- nanti, dech, Buk!  Aku masih sibuk. Kasihan nanti suamiku nggak terurus karena kesibukanku, Bu.”tukasku.

“Nanti- nanti? Mau sampai kapan? Hitung umurmu!” ujar Ibu yang kaget mendengar jawabanku barusan. Aku diam. Ibu yang baru saja duduk di sampingku  lalu beringsut. Meninggalkanku sendiri sambil mengingatkanku akan sesuatu.

“Ingat perjodohan itu!”
***
Syair gelisah menjalari malamku. Aku teringat kata- kata Ibu dan Bapak bahwa mereka sudah mempunyai jodoh buatku.

“Tacan, dipanggil Nenek!”ujar Mariam, anak Abangku. Aku mengangguk dan bergegas ke luar kamar. Di ruang tengah ada kedua orangtuaku juga Abangku. Sepertinya mereka akan bicara penting.

“Langsung saja. Karena Bapak dan Ibu tidak melihat keseriusanmu memikirkan pendamping hidupmu maka kami sudah bulat dengan rencana yang ada yaitu menjodohkanmu dengan Imron, anak Pak Ilyas. Apa kamu bersedia?”pertanyaan Bapak bak petir di siang bolong. Tidak seperti hari- hari biasanya mereka seserius ini.

“Aku masih senang begini, Pak. Tidak sibuk mengurus suami dan anak. Tulisan- tulisanku memerlukan perhatian khusus sehingga aku harus konsen pada tulisanku.”jawabku.

“Apa kamu masih mau menghabiskan hidupmu tanpa suami? Apa tulisan- tulisanmu itu bisa menghasilkan menantu buat Ibu?”tanya Ibu dengan nada tinggi. Entah apa yang membuat Ibu belakangan ini suka marah jika berhubungan dengan jodohku. Aku menunduk, tak berani melihat Ibu.

“Besok keluarga Imron akan datang untuk membicarakan hal ini. Bapak harap kamu lebih bijak mengambil keputusan. Sekarang kembalilah ke kamarmu!”suruh Bapak.

Seperti biasanya, malam ini aku pun menuangkan segala keluh kesah, kesedihan dan kebimbanganku di note facebook-ku. Aku curahkan semua.

“Mengapa sedih, Dik? Semua cobaan ada jalan keluarnya. Ambillah keputusan dengan bijak.”komentar seorang lelaki yang sering sekali mampir di note-ku, serta membagi note-nya padaku. Ia lelaki perhatian dan shaleh. Aku menaruh kagum padanya. Walaupun kami belum saling tahu wajah, alamat dan pekerjaan satu sama lain tapi kami sudah sangat dekat di dunia maya.
***
Keluarga Imron sudah hadir. Acara temu keluarga pun di mulai. Ayah Imron menjelaskan maksud kedatangannya. Aku menunjukkan wajah yang kurang suka dengan acara itu. Hingga akhirnya Imron pun angkat bicara.

“Dik Sabria, sebelumya saya minta maaf. Sebenarnya ini adalah keinginan saya agar orangtua saya meminta kepada orangtua adik menjodohkan kita. Sesungguhnya saya sudah kenal baik dengan adik. Saya ini adalah lelaki yang selama ini dekat dengan adik di facebook. Saya yang memberikan saran- saran atas note adik.

Saya telah lama menaruh hati dengan adik. Lewat facebook-lah saya berani memulainya untuk membantu segala kebimbangan adik. Sekarang, maukah adik menerima perjodohan kedua orangtua kita?”Aku masih sangat tak percaya. Tapi hatiku tak lagi mampu dibohongi bahwa aku juga telah sayang padanya karena kebaikannya selama ini padaku. Akhirnya aku menyetujui perjodohan itu. Dan kini kami telah dua tahun hidup bersama. Ada hal yang paling membahagiakan yaitu kami telah membuat buku kisah cinta kami yang berawal di facebook.

 Ket:
Tacan = Tante cantik

DI BALIK ISI HATI

Ini tepat dua tahun Bapak dan Mamakku meninggal. Pun berarti sama pula dengan lamanya aku hidup menumpang di rumah Tulang. Bukanku tak bersyukur telah diberi tumpangan oleh keluarga Tulang tapi selama ini aku menahan derita yang teramat sakit. Bahkan sangat sakit.

“Untuk membalas kebaikan kami, kau harus mau kami kawinkan dengan Ramos. Tulangmu tak punya pilihan lain untuk menebus semua hutang- hutang judinya.”jelas Nantulangku. Aku terkejut. Sontak kumenolak dengan tegas.

“Aku tidak mau. Apa hak Nantulang menjadikan aku bayaran akan hutang Tulang?”tanyaku dengan nada tinggi tidak terima. Sangat tampak kemarahan di raut muka Nantulang.

“Kau tanya apa hakku? Aku ipar Mamakmu yang selama ini mengurusmu jadi aku punya hak menjodohkanmu dengan siapa saja pilihanku. Ngerti?”Nantulang seenak dengkulnya saja menentukan jodohku. Jika ia jodohkan aku dengan pria baik- baik mungkin aku masih bisa terima dengan ikhlas. Tapi ini Ramos. Laki berambut keriting tergerai panjang, lengan dan badannya berpahat tato, pemabuk tuak dan raja judi di kampungku. Setiap wanita pasti berpikir miliaran kali untuk menerimanya sebagai calon suami, begitu pula lah aku.
***
Ini waktu yang tidak aku inginkan ada di hidupku. Ramos datang ke rumah Tulang untuk meminta aku menjadi istrinya. Aku sejak siang tadi mengurung diri di kamar, tidak ingin bertemu dengan lelaki pamabuk itu.

“Turlip, cepat keluar! Ramos sudah datang. Jangan buat Nantulang malu!”ujar Nantulang seraya menggedor keras pintu kamarku. Aku takut sekali. Terus kupanjatkan doa padaNya untuk membukakan jalan buatku. Aku menikah dengan lelaki itu? Ah, tak bisa aku bayangkan gilanya pilihan Nantulang dan Tulangku.

“Cepat keluar! Apa perlu aku dobrak pintu ini?”ancam Tulangku. Aku yang takut, berusaha menguatkan kakiku untuk berjalan keluar menemui Ramos.

“Cantik kali kau, Dek! Janganlah pula takut sama Abang Ramos!”ujar lelaki aneh itu. Ia datang memakai baju tak berlengan dengan memegang botol tuak.

“Kau salam dulu calon suamimu itu!”suruh Tulang. Aku tak mau, tapi Tulang memaksaku dengan tatapan mata sangar.

“Baiklah, aku putuskan minggu depan kita kawin! Akan aku buat pesta besar- besaran dengan keyboard dan biduan seksi biar rame.”

“Aku tidak mau menikah denganmu. Lelaki sepertimu bukan mauku,”jawabku dengan emosi. Tulang nyaris menamparku tapi dengan cepat Ramos menangkap tangan Tulang.

“Jangan kasar dengan calon istriku! Ngerti?” Ramos menandaskan tuaknya lalu pergi meninggalkan kami.

***
Make up yang sudah menempel di wajahku hilang terhapus airmata kesedihanku. Semua tamu undangan tak sabar menungguku keluar kamar, suara keyboard menambah ramai suasana pesta pernikahan yang tak pernah aku inginkan.

“Turlip cepat keluar! Calon suamimu telah hadir.”suruh Nantulangku. Aku keluar kamar dengan airmata yang terus menetes.

Prosesi pernikahan akan segera dimulai, tapi Ramos malah pergi meninggalkanku, tepatnya kami semua. Beberapa menit setelah ditunggu Ramos pun datang bersama Trion yang tak lain dan tak bukan adalah kekasihku. Trion sangat rapi memakai jas seperti lelaki yang akan menikah.

“Menikahlah kau dengan Trion! Aku tahu kalian saling mencintai. Walaupun aku bejat tapi aku tak tega menyakiti perasaan kalian. Trion telah banyak membantuku, membelikanku tuak asli yang tak ada di kampung kita ini. Selain tuak, Trion juga sahabatku,”jelas Ramos yang membuat semua orang tak percaya. Termasuk aku.
  
Ket:
Kali: sangat, sekali, banget
Nantulang: Panggilan untuk adik perempuan dari orangtua kita
Tulang :Panggilan untuk adik laki- laki dari orangtua kita

Senin, 20 Juni 2011

APA YANG KUTULIS???

Assalamualaikum :)

Suara detik jam menemaniku hingga pagi menyambut. Ya, pukul 03.30 WIB aku belum juga terlelap. Aku masih menjadi pemerhati dunia maya. Sangat setia diriku ini dengan kehidupan maya karena di sini pula aku menemukan kehidupan sebenarnya. Maksudnya?

Aku butuh seseorang untuk berbagi kisah. Tapi anehnya aku juga tak tahu kisah apa yang harus aku bagi. Aku seakan tak berpijak. Pikiranku melayang terbang jauh tanpa arah dan batas. Hatiku di mana? Lah, kok nanya sih?? Hatiku kini akan aku jaga agar tak mencintai lelaki yang bukan mukhrimku. Hati ini kupersembahkan buatNya karena memang milikNya lah jadi tak ada hakku sesuka hati memberikan atau meletakkan hati ini sebelum aku mendapat RidhoNya.

Sejak beberapa hari lalu aku memutuskan hidupku tidak mengenal cinta kepada lelaki yang bukan mukhrimku, sungguh aku merasa lebih tenang. Aku tak dibebani dengan takut menyakiti lelaki. Pun aku juga tidak sibuk memikirkan harus bersikap baik kepada lelaki yang kadang kala aku berpura- pura baik padahal aku muak dengan cinta lelaki itu yang hanya ingin bahagianya saja.

Malam ini, ah tepatnya dini hari aku masih di depan layar petak melihat huruf- huruf yang tak pernah jauh dariku. Aku merangkai kata hingga menjadi kalimat dan berbentuk cerita. Yah, walaupun aku akui jalan cerita yang aku buat entah kemana- mana. Maklumlah aku sudah ngantuk hanya saja mataku yang tak juga ingin dipejamkan. Aku mulai ngelantur nulis cerita. Sebenarnya aku mau cerita apa sih? Lah, kok nanya lagi??

 Yah, intinya setelah aku memutuskan untuk tidak mencintai sebelum menikah hatiku terasa lebih ringan. Sudah tak ada lagi yang namanya gundah gulana, galau, seperti apa yang selalu aku keluhkan pada teman- temanku ataupun Inang Rhin. Syukur deh aku bisa sadar walau sudah sangat lama. Dan masih seumur jagung pula kesadaranku ini. Janganlah sampai aku terjerumus lagi. Aku mau fokus pada duniaku bukan dunia bersama.


Ehmm, di akhir cerita tidak jelas ini aku tetap ingin berterima kasih kepada Allah SWT yang masih memberikan aku kesempatan untuk sadar dan berubah. Alhamdulillah. Allah begitu mencintaiku. Dia menyelamatkanku dan membukakan mataku untuk sadar dengan apa yang sudah atau pernah aku jalani. Allah jangan lepaskan pelukanMu dari tubuhku ini. Selalulah rangkul aku ya Allah. Dan aku juga berterima kasih kepada ayah dan mamakku beserta keluarga besarku yang tidak menyetujui hubunganku dengan lelaki itu hingga aku rela melepasnya. Mak, anakmu ini menuruti inginmu lohhh karena aku lebih cinta mamak dan ayah daripada dia. Ehmm, ini ucapan terima kasih yang juga sangat besar. Ya, pada kakak manisku yang jauh di pulau seberang namun dekat di hati. Inang Rhin, makasih ya untuk bimbinganmu kepadaku selama ini. Jangan bilang- bilang ya kalau aku ini sempat takut ditelpon- telpon lelaki itu. Lah, kok dibilang? Hehehe...

Udah ah.. makin gak jelas nih aku... capek juga ya cerita gak jelas kayak gini tapi puas rasanya menuangkan segalanya. Hoaamm, aku ngantuk. Liat dech mataku uda merah. Mukaku uda pucat karena aku gak ada makan nasi satu harian ini. Aku makan mie pula. Lah aku kok malah curhat dan buka kartu? Ah, makin gaje nih si unyu..unyu...

Bye semua... Assalamualaikum (aku tetap alim kan?hehhehe)

Dia Adikku (Note Dari Kakak Terbaikku di Bima, NTB)

Dia Adikku 
 
Senyumnya ini lho yang bikin penasaran pengen ketemu langsung :)
 
Dia Adikku, seorang perempuan santun dan berhati lembut.
Dia adikku, seorang wanita Medan yang kental logat bataknya jika berbicara.
Dia adikku, sekeping cinta yang hadir melengkapi mozaik hati.
Dia adikku, hembusan angin sepoi yang menyejukkan jiwa.
Dia adikku, senyumannya adalah embun pelengkap harmoni subuh.
Dia yang memainkan simfoni keindahan yang memenuhi gendang telinga lalu menitipkan cipratan-cipratan kasih sayang disetiap lekuk dinding telinga yang kemudian ujung-ujung saraf mengantarkannya ke otak dan hati.
Dia yang kadang lebih sering ku kirimi 'omelan' karena acap kali memainkan diri dengan kesakitan.
Dia dia dia....

Kapan aku dan dia berjumpa?
Sebatas maya yang menjadi penghalang
Adakah yang mau mempertemukan?
Sebab kadang aku takut dengan masa penghabisan

Masa yang siapapun tak ada yang  tahu kapan datangnya
Masa yang kadang membuatku kuyu lalu terpuruk karena tak tahu amalan dan pahala
sedikit harap hadir jika mungkin Surgalah tempat pertemuan
Kata orang dia lucu tubuhnya imut
aih aih aih benarkah??!
Dia dia dia....
Dia adikku, seorang yang pencemburu
sama denganku ^_^v

Makasih ya kakakku.... aku begitu mencintaimu karena Allah :)

JUMATKU DENGAN BUNDA PIPIET SENJA

JUMATKU DENGAN BUNDA PIPIET SENJA

Ini bukan norak tapi kocak.... selamat membaca !!!!

TIGA ANAK BARU BUNDA PIPIET SENJA

Berawal dari usaha kerasku melawan kemalasan diri yang sering kali menghampiri. Saat itu tepat hari Jumat, 22 April 2011. Inginnya hari itu tanpa agenda keluar rumah karena kebetulan adalah tanggal merah. Namun, tanggung jawab yang aku emban mengharuskanku pergi menghadiri rapat keempat dalam rangka acara peluncuran dan bedah novel 3 karya penulis yang akan diadakan Senin, 25 April 2011. Dengan langkah sedikit malas- malasan aku menuju simpang tiga dan menunggu angkot yang siap menghantarku ke tempat rapat yang cukup jauh dari gubukku. Karena hari libur mungkin banyak supir angkot yang memilih santai- santai di rumah sehingga membuat penumpang menunggu lama Pak Supir yang bersedia mencari uang di hari itu. Hampir 25 menit juga aku menunggu angkot tersebut. Eh, sudah lama padat pula angkotnya dan itu cukup membuatku sesak karena bercampurnya bau dari segala sudut dan penjuru.

Sampai juga aku di tempat rapat yakni di mesjid kampus UMSU. Masih sangat sepi makhluknya dan aku pun menunggu beberapa menit kehadiran panitia lainnya. Sedikit berbincang- bincang dengan ketua panitia membuat kebeteanku hilang hingga akhirnya rapat pun dimulai. Menulis susunan acara, waktu dan lain sebagainya termasuk tugasku namun konsentrasiku sedikit terganggu karena teringat akan tugas kuliah yang menumpuk, tugas LRS yang belum aku kerjakan dan parahnya lagi hari Senin saat acara peluncuran dan bedah novel 3 karya penulis tersebut, dosenku membuat jadwal ujian tengah semester yang mengharuskanku merelakan terlambat menghadiri acara hebat itu. Harus terlambat membuatku  dirundung kecewa namun yang aku takutkan malah tidak dapat hadir karena mata kuliah yang diujiankan ada dua dan cukup sulit. Sungguh hal itu akan membuatku semakin  kecewa dan sedih karena tak dapat menghadiri acara yang sudah lama aku tunggu- tunggu. Tapi aku tetap yakin bahwa Allah akan memberikan jalan keluar yang tepat buatku.

Rapat pun usai bersamaan dengan azan Ashar yang berkumandang indah. Aku bergegas mengambil wudhu agar bisa shalat berjemaah. Kegalauan hatiku setidaknya berkurang setelah mengadu padaNya. Aku sandarkan tubuhku barang beberapa menit ke tempok mesjid seraya menunggu dua sahabat selesai shalat. Mbak Win menghampiri kami dan bercerita, membahas acara yang tak lama lagi akan terselenggara  juga rencana- rencana ke depannya untuk komunitas menulis yang beliau dirikan.

“Bu Win, Bunda Pipiet senja masih di rumah Ibu? Kami mau jumpa, Bu.”tanya Zuliana kepada Ibu Win (panggilan Zuliana kepada sosok luar biasa itu) membuka pembicaraan mengenai Bunda Pipiet. Malam jumat itu Bunda tidur di rumah Mbak Win yang membuat kami ingin sekali bertemu langsung dengan beliau.

“Uda gak lagi…..bla..bla…bla…”jelas Mbak Win membuat kami kecewa. Dari kami ketiga yakni aku, Zuliana dan Finza hanya aku yang berusaha cool  mendengar jawaban Mbak Win sedangkan kedua sahabatku mencak- mencak, tidak terima. Mbak Win tersenyum melihat tingkah kedua sahabatku itu. Ets, tunggu dulu. Tiba- tiba Hp Mbak Win berbunyi tanda sms masuk. Tahukan kalian siapa yang sms beliau? Bunda Pipiet senja. Bunda ada perlu dengan Mbak Win sehingga akan datang lagi ke rumah Mbak Win sore itu. Subhanallah. Aku melihat kegirangan yang luar biasa di wajah dua sahabatku itu sedangkan aku masih sangat cool seperti awal tadi. “Kalian cepat ke rumah Mbak, biar jumpa ma Teteh. Naek angkot 81 dari belakang….bla..bla..bla…!”kata Mbak Win yang membuat kami semakin girang. Kami berjalan, ah tepatnya jalan lari karena kecepatan jalan kami sudah melebihi orang yang sedang bersepeda. Hehe

Lagi- lagi kami harus menunggu angot yang cukup lama datang, menghampiri kami. Nah, angkot 81 ada di depan kami namun sangat penuh tapi kami tetap naik walau sempit- sempitan. Yang ada di pikiran kami hanya sampai dengan cepat, bertemu Bunda Pipiet, foto bareng dan tak lupa minta tanda tangan beliau. Syukurnya angkotnya ngebut dan kami suka itu. Hehe. Sepanjang jalan tak henti- hentinya kami ngoceh, membahas tentang Bunda Pipiet. Kami berandai- andai, pokoknya angkot yang penuh semakin penuh dengan suara kami yang nyaring. Gak ada malunya ya kami? Hehe. Inikan demi ketemu Bunda Pipiet. Tangan Finza dingin, Zuliana gemetar dan aku tetap cool walau sebenarnya aku deg- degan sekali. *__^

“Pinggir, Pak!”kataku sedikit teriak takut si Pak Supir gak dengar. Dan kami pun turun di simpang. Kami berjalan cepat sekali menuju rumah Mbak Win. Kali ini aku tak dapat lagi sembunyikan rasaku. Kakiku sedikit gemetar dan detak jantungku berdegup lebih kencang. Dan kami pun sampai di depan gang rumah Mbak Win. Kami berlari mendekati dua wanita berjilbab yang membelakangi kami yang kami pikir salah satunya adalah Bunda. Eh, ternyata Kak Fitri dan Kak Mustika. Kami tertipu. Hehe.

“Kak, Bunda Pipiet mana?”tanya Zuliana kepada Kak Fitri. Kak Fitri menunjuk sebuah mobil hitam yang parkir tak jauh dari tempat kami berdiri.

“Sini kakak antar jumpa Bunda!”kak Fitri membukakan pintu mobil dan jreng…jreng… jreng… Penulis hebat yang selama ini karyanya kami baca telah ada di depan kami menetap kekonyolan fansnya. Karena terpana, beberapa menit kami bertiga hanya diam tanpa kata melihat Bunda.

“Cepat, Dek!”suruh Kak Fitri, menyadarkan kami yang terdiam. Dan kami pun mencium tangan Bunda secara bergantian. Bunda ramah sekali. Beliau menerima kedatangan kami dengan senyum indahnya yang membuatku semakin mengaguminya. Bunda bertanya nama dan asal tinggal kami. Kami cerita banyak dengan beliau di dalam mobil yang masih terparkir di depan rumah orang. Dan season tanda tangan pun mulai. Aku mendapat tanda tangan asli dari Bunda. Senangnya. Ets, itu belum berakhir. Season foto- foto pun tak terlupakan. Kupeluk Bunda seperi memeluk mamakku yang saat itu benar- benar aku rindukan. Bunda tak sedikit pun risih dengan tingkah kami. Bunda tertawa dan menyebut kami “3 akhwat yang mengaku fans maniak” Hehe. Senangnya aku hari itu. Kegalauanku akan tugas- tugas sirna dan aku mendapatkan semangat baru dari Bunda. Terima kasih Bunda buat hari indah itu. Sudah selesai? Belum donk!!!



Tahukah teman- temanku hal apa lagi yang kami dapatkan dari Bunda? Bunda mengajak kami ke Brastagi. Seorang Pipiet senja, penulis luar biasa mengajak kami para anak- anak aneh jalan- jalan dengannya. Subhanallah, Bunda sangat baik sekali. Sekali lagi aku ingin mengatakan bahwa aku semakin mengagumi beliau. Sepanjang jalan kenangan hehe, bunda banyak bercerita tentang dirinya, dunia tulis yang ia tekuni, cara menulis yang baik, dan banyak lagi. Bunda gak ada capeknya. Semangat dan sangat energic sekali.  Oh ya, saat di perjalanan, Bunda pengen makan pisang goreng asli Medan dan dengan seksama kami melihat kanan kiri tukang pisang goreng. Alhamdulillah, akhirnya ada.
“Alhamdulillah, uda kesampaian makan pisang goreng Medan.”kata Bunda yang mengundang tawa semua orang yang ada di mobil.

Perjalanan pun berlanjut. Masih dengan segudang cerita, beliau mengajak kami menemukan perbedaan perjuangan hidupnya dengan kami sekarang ini.  Beliau tak segan- segan menceritakan penderitaannya saat dulu kala hingga akhirnya ia mencium sukses kini. Aku lagi- lagi semakin kagum padanya. Bunda wanita hebat yang kaya semangat.



Dan tepat pukul 20.10 WIB, kami berhenti di sebuah mesjid yang sangat indah. Kami menunaikan kewajiban. Selesai shalat kami sedikit berdiskusi namun tanpa Bunda. Karena Brastagi masih sangat jauh dan kami kasihan dengan Bunda yang takunya kecapekan maka kami memutuskan ke Hill Park saja. Kasihan Bunda jika harus jauh- jauh sedangkan hari Sabtu dan Minggu Bunda masih harus mengisi acara di beberapa tempat di Medan. Sampai di Hill Park, kami makan bersama di restaurant Garuda. Aku mencuri- curi pandang ke arah Bunda. Apa yang Bunda makan menjadi sasaran penglihatanku. Bunda sangat bersahaja. Beliau tidak membeda- bedakan kami, yakni 3 anak aneh yang konyol. Hehe. Setelah selesai berkeliling Hill Park, kami pun pulang. Bunda tertidur. Begitu pula Mbak Win, Kak Fitri, Kak Mustika, dan Finza. Sedangkan aku dan Zuliana masih dengan segala cerita yang tak habisnya yakni tentang Bunda juga dunia kepenulisan. Dan akhir kebersamaan kami dengan Bunda yakni pukul 11. 15 WIB. Aku, Zuliana, Finza tidur di rumah Mbak Win sedangkan Bunda, Kak Fitri dan Kak Mustika tidur di sebuah rumah yang kata Mbak Win tempat tidurnya bagus banget. Hehe.

Sukses selalu ya Bunda! Jaga kesahatan Bunda. Kami pasti sangat merindukan kebersamaan dengan Bunda. Love U Bunda…..

11/6/2011 ( Note Dari Mbak cantikku di Hongkong)

11/6/2011 (Note menjelang Milad-ku yang ke-21)

oleh Yully Riswati

Just for Beauty Princess

Wahai Putri cantik, telah kubaca goresan tangan mungilmu. Tentang sepenggal kisah antara kau dan hari lahirmu yang kau kirimkan tengah malam. Tahukah sayang kenapa kudiam? Kenapa kutak kirimkan balasan? Bukan karena enggan atau pun tak peduli. Tetapi apa yang terbaca olehku, membuatku sibuk menguras telaga yang menggenang di sudut dua jendela hatiku.

Puteri cantik nan baik hati, malam itu kau bertubi-tubi menghujaniku dengan peluru resah dan gundahmu. Resah seorang gadis lugu, yang merindu cumbu embun pagi. Gundah gadis kecil, yang mendamba hangat sinar mentari. Sungguh, beku jariku dan kelu lidahku karenamu.

Beauty Princessku yang manja, percayalah padaku. Hari indahmu tak kan pernah sepi. Mereka yang kau sayang dan yang menyayangimu, akan menabur bunga doa untukmu. Membisikkan ribuan pesan, menghujanimu dengan tetesan lembut kasih. Dan menyenandungkan lagu dengan musik dari biola berdawai cinta.

Puteri cantik tersayang, mengapa kau merasa tak punya apa- apa? Sedangkan kau memiliki senyum manis dan lembut hati untuk menarik jatuh semua yang mengenalmu. Mereka dengan suka rela akan hadir di istana cahaya, untuk merayakan hari-harimu.

Jangan takut, sayangku. Ketika kau ingin menangis, menangislah. Tak perlu kau cari alasan, karena aku tak kan bertanya. Tanpa memaksamu bertutur, biar aku dan mereka belajar memahamimu. Ijinkan kami mengerti arti yang berarti bagimu, bagiku, bagi mereka dan bagi kita. Biarlah kita berbagi seperti embun di setiap pucuk daun atau seperti angin yang berhembus menembus setiap batas ruang.

Kutuliskan catatan kecil ini untuk Beauty Princess.
Barrakallahu fii umrik sayang… Layaknya sayangmu pada bidadari, begitupun bidadarimu menyayangimu, lebih dari yang kau tahu. Insya Allah.


Malam menjelang 12 Juni 2011
Purple Room, 11/06/2011

HATIKU MELAMAT KE HATIMU, WANITA BIMA


HATIKU MELAMAT KE HATIMU, WANITA BIMA
Mengetahuimu adalah suatu ketidaksengajaan. Mengenalmu adalah suatu ketertarikan. Mendekatimu adalah keharusan. Ah, engkau sungguh sosok indah yang mampu menarikku dengan magnet ketulusan cintamu. Aku tak mampu menolak tarikkanmu hingga akhirnya aku pun jatuh dalam dekapanmu. Bahkan tak ingin lepas sampai kapan pun. Maka, kumohon padamu jangan tinggalkan aku walau hanya sedetik. 

Berawal dari melihat komentarmu yang ‘sederhana’ pada salah satu wall teman kita di facebook. Ehm, walau sederhana tapi mampu membuatku jatuh hati. Pun, namamu yang cantik memaksaku untuk lebih mengetahuimu dan parahnya membuat hatiku ingin lebih dekat denganmu. Ya, itulah awal kisah kita terjalin. Kuberanikan meng- add akun facebook-mu dengan harapan engkau langsung menerimaku sebagai salah satu temanmu. Subhanallah, tanpa waktu yang lama engkau langsung menerimaku tanpa syarat dan tuntutan. Dan, berlanjutlah kisah kita dengan saling menyapa dan mengingatkan akan segala hal. Ehm, tapi masih via facebook yang tak mampu menyatukan tatapan mata kita. Kapan aku dapat memelukmu secara nyata, wahai indahku? Sepertinya, hanya Allah- lah yang tahu maka aku hanya berharap padaNya diberikan kesempatan akan itu.

Suatu malam yang indah dengan taburan bintang, aku meminta tolong Inang Tri mengirimkan nomor handphone-mu karena ada rasa yang menyesak untuk mengenalmu lebih dekat yakni via sms dan sambungan telepon. Tapi malam itu aku hanya berani mengirimkan sms sebagai tanda perkenalan kita lebih jauh.  Malam itu kurasakan semakin indah karena aku mendapat balasan sms darimu. Dan hubungan kita pun berlanjut semakin dekat. Aku nyaman dan bahkan sangat nyaman menjadi bagian dari kisah hidupmu. Maaf sayang, aku tak tahan lagi untuk tidak menyebutkan namamu di sini. Maka dengan semangat yang membara aku sampaikan pada semua facebooker bahwa Rurin Kurniati- lah orangnya. Gadis cerewet nan manis  yang selalu aku rindukan kehadirannya. Wanita sederhana dengan segala kebisaannya.

Handphone bututku semakin rajin bernyanyi dan bergetar setiap harinya. Ah, Inang Rin, engkau telah mengajari handphone-ku untuk dua hal tersebut. Setiap subuh menjelang, sms- sms pengingat dari mu sangat membantuku untuk segera bangun dan menjalankan kewajibanku. Ehm, pastinya sms dan telepon darimu sangat aku tunggu  karena sms darimu serta mendengar suaramu adalah semangat baru bagiku.
Jalinan cinta pun semakin intim. Aku tak pernah menyangka engkau begitu perhatian denganku. Jika aku tidak mau makan engkau selalu memaksaku dengan kelembutan hatimu tetapi tetap tegas. Saat aku terjebak dalam situasi yang membingungkan akan dua hal, engkau selalu ada buatku untuk membantu mengambil keputusan yang tepat. Engkau memberikan aku waktu untuk berpikir dengan tetap mengirimku semangat juga doa. Seperti pada suatu subuh, 27 Januari 2011, pukul 04. 42 , engkau mengirimkan sms dengan kata- kata sederhana namun indah untukku yakni doa tulusmu.

“Semoga Allah menyinari hatimu setiap kali terbenam matahari dan bulan. Semoga Allah menghilangkan kegalauanmu setiap kali gelombang ujian menerjang. Semoga Allah mengampuni kedua orangtuamu sejauh serta sepanjang tahun kau selalu dalam keadaan baik. Amin.”

Pun, saat aku merasakan kecewa dan sakit hati dengan kelakuan orang lain, engkau membantuku untuk intropeksi diri bersamamu. Engkau tak ingin aku terlena akan buaian syetan yang dapat membuatku jatuh. Engkau pun kembali mengirimkanku sms yang membuatku tersadar dan meneteskan air mata bahwa aku telah salah menyikapi semua.

“Jika merasa besar, periksa hati kita, mungkin ia sedang bengkak.
Jika merasa suci, periksa jiwa kita, mungkin itu putihnya nanah dari luka nurani.
Jika merasa tinggi, periksa batin kita, mungkin ia sedang melayang kehilangan pijakan.
Jika merasa wangi, periksa ikhlas kita, mungkin itu asap dari amal shalih yang hangus dibakar Riya.”

Terima kasih Inang Rin, engkau mau menjadi kakak terbaikku yang tak pernah tinggalkan aku dalam kegelapan dan tak pula membiarkanku dalam kemegahan yang berlebihan. Engkau membimbingku juga mengajariku banyak hal dalam hidup hingga aku tahu apa itu masalah dan penyelesaiannya. Terima kasih Inang Rin telah menjadi sandaran hati, peraduan terbaikku dan tempat indah untukku bernaung . Sifatmu selalu redakan emosiku juga tepikan khilafku hingga aku yakini dalam hati ini bahwa ‘Menjadi Temanmu Adalah Indah.’  Semoga rinduku terwujud untuk memelukmu secara nyata wahai Inang Rin yang terindah di hatiku.

 Cium sayang dari Butet yang manja untuk Inang Rin, wanita Bima yang baik budi.

Curfot Penulis Ibuku Adalah (Juara Favorit 2 )

ATAS RIDHO ALLAH DAN RESTU MAMAK

Tak henti kubersyukur karena menjadi bagian dari buku Ibuku Adalah. Hingga kudapat mempersembahkan kisah mamakku tercinta yang penuh perjuangan dan deraian air mata kepada khalayak.

Menjadi bagian dari buku Ibuku Adalah sebuah anugerah. Aku menemukan ketulusan yang luar biasa dari teman- teman penulis dalam berkisah mengenai ibunya. Banyak hal yang kuperoleh sejak buku Ibuku Adalah terbit dan berada di tanganku.

Dengan buku Ibuku Adalah, kini telah kuketahui bahwa ayah yang tak pernah memberi pujian padaku ternyata sangat bangga dengan karyaku. Ia membawa buku Ibuku Adalah ke kantornya untuk membantuku promosi. Begitu pula mamakku. Mamak memberitahukan pada guru- guru SMA-ku bahwa aku, anaknya bercerita jujur akan kisahnya. Sungguh, aku bahagia telah memberikan mamak dan ayah kebanggaan walaupun kusadar ini belumlah ada apa- apanya dibandingkan dengan jasa mereka. Dan dikarenakan mamak sangat bahagia dengan karyaku yang berkisah tentangnya maka beliau menjadikan buku Ibuku Adalah sebagai hadiah lomba di sekolah tempatnya mengajar. Beliau sempat berkata padaku via telepon sebelum buku pesanannya sampai “ Lama sekali sih, Zy! Mamak uda gak sabar mau nunjukkan ke murid mamak karya Ozy yang ada foto mamak!” keluhnya. Aku tertawa mendengar kata- kata mamakku tersebut.

Dan tahukan kalian apa kata- kata ayahku , laki- laki kaku dan ‘pelit’ pujian tetapi tetap kucinta?
“Ini ada karya anakku. Ia menulis kisah mamaknya. Mamaknya aja sampai nangis waktu baca tulisan si Ozy.”jelas ayahku kepada salah satu temannya. Aku yang mendengar percakapan ayah dari balik jendela tak percaya akan apa yang aku dengar. Air mataku menetes bukan karena sedih tetapi sungguh terharu.

Lain lagi cerita ku di kampus tentang buku Ibuku Adalah. Saat buku Ibuku Adalah baru sampai, aku memutuskan membawanya ke kampus. Setelah mata kuliah pendidikan selesai aku berencana membacanya tapi apadaya tak terwujud. Dosenku meminta buku itu dariku. Ya, katanya hitung- hitung hadiah. Tapi ternyata minggu depannya ia kembalikan dengan mengatakan bahwa ia hanya meminjam. Beliau berkata bahwa buku Ibuku Adalah sangat bagus dan menginspirasi. Anaknya yang suka melawan dan keras kepala, setelah membaca habis isi buku itu langsung memeluknya dan meminta maaf karena sangat sering menyakiti hatinya. Anaknya menyadari kesalahannya walaupun belum sepenuhnya berubah. Dosenku tersebut sangat bersyukur bisa membaca dan berbagi dengan anaknya. Pun aku yang sangat bahagia dapat memberikan kesempatan kepada dosenku juga anaknya untuk membaca buku yang berisi kisah jujur dan inspiratif yang ada di dalam buku Ibuku Adalah. *Tapi, Bu Dosen kok gak beli ya? ^^

Untuk kesekian kalinya aku mengatakan dengan penuh kejujuran bahwa aku sungguh mencintai dan menyayangi mamak.

Semua ini hanya kupersembahkan buat mamakku tercinta, yakni: Nurazizah Samosir.

BUKU- BUKUKU DENGAN TEMAN SEPERJUANGAN


















UNTUKMU, MAK !!!

INI UNTUKMU, MAK.

Kisahmu Insya Allah akan membawaku menuju kesuksesan. Ini atas Ridhomu, Mak.
Mak, buku ini berisi kisahmu. Kisahmu mendidikku dari kecil hingga dewasa, Mak. 
Mak, bukuku ini ada di toko buku loh, Mak. Banggakah engkau, Mak? Ini semua kupersembahkan untukmu, Mak. Inilah sedikit hal yang mampu aku perbuat untuk membahagiakanmu di sela- sela engkau merasakan kecewa yang luarbiasa akan sesuatu karena ulah anakmu yang lain.
Semoga aku mampu membuatmu selalu tersenyum ya, Mak. Amin

KISAH WANITA TANGGUHKU


Mamak, begitulah aku memanggilnya setiap hari. Sosok sederhana dan bijaksana. Wanita yang sungguh luarbiasa tiada tandingannya. Mamakku, wanita cantik walau tidak berbusana ala Butik.Ya, itu karena ketaatanNYA beribadah. Auranya terpancar dari tatapannya. Ucapannya yang lemah lembut menambah cintaku padanya.

Mamakku, wanita namun tidak lemah. Mamakku, wanita yang tak pernah kenal lelah dan mengeluh walau masalah hadir di pundaknya. Mamakku adalah tempatku berkeluh kesah, berbagi cinta dan kasih. Mamakku adalah segalanya. Setiap hambusan nafasku selalu ada barisan doa tulus untuknya.